Inilah Ketua dan Wakil Ketua DPR 2009-2014 (Biografi)

Kamis, 04 Februari 2010
DPR RI
DPR RI
Bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila pada tanggal 1 Oktober 2009, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melantik anggota DPR RI dan DPD 2004-2009. Pada periode ini, KPU melantik anggota 560 anggota DPR RI atau bertambah 10 orang dari periode lalu 2004-2009. Sedangkan banyaknya anggota DPD yang dilantik berjumlah 128  dari 132 orang (+4 dari Papua). Pelantikan dan pengambilan sumpah para anggota DPR/DPD dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung (MA) Dr H Harifin Tumpa SH MH.

Ketua dan Wakil Ketua DPR RI 2009-2014

Pimpinan  DPR  terdiri  atas  1  (satu)  orang  ketua  dan  4  (empat)  orang  wakil  ketua  yang  berasal  dari  partai  politik  berdasarkan  urutan  perolehan  kursi  terbanyak. Sistem pemilihan pimpinan DPR ini telah berubah dari periode sebelumnya (1999-2004 dan 2004-2009). Hal ini didasari oleh Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Berdasarkan UU 27/2009, pasal 82 ayat 2 dan 3,
  • “Ketua  DPR  ialah  anggota  DPR  yang  berasal  dari  partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR” (ayat 2). Dan pada periode 2009-2014, Demokrat merupakan parpol memperoleh kursi terbanyak. Dan Demokrat mencalonkan Marzukie Alie sebagai Ketua DPR RI.
  • “Wakil  Ketua  DPR  ialah  anggota  DPR  yang  berasal  dari partai  politik  yang  memperoleh  kursi  terbanyak  kedua, ketiga, keempat, dan kelima” (ayat 3). Dan pada periode 2009-2014, Golkar, PDIP, PKS dan PAN merupakan parpol memperoleh kursi terbanyak nomor 2,3,4 dan 5. Masing-masing parpol mencalonkan Priyo Budi Santoso, Pramono Anung, Anis Matta dan Marwoto Mitrohardjono. Untuk lengkapnya, silahkan lihat tabel di bawah.

Nama dan Jabatan
Biografi Singkat
Foto
Ketua DPR RI
H. Marzuki Alie, SE.MM
(Partai Demokrat)
TTL : Palembang, 6 Nopember 1955
Agama : Islam Istri : Hj.Asmawati SE.MM
Anak : 3 orang anak
Pendidikan :

  • SMA Xaverius I Palembang
  • Fak. Ekonomi UNSRI
  • MM UNSRI
Marzuki Alie 2
Wakil Ketua DPR RI
Drs. Priyo Budi Santoso
(Partai Golkar)
TTL : Trenggalek, 30 Maret 1966
Agama : Islam
Keluarga :
Istri : Fenti Estiana,SP
Anak : 3 orang anak
Pendidikan :
  • SMA Negeri 1 Trenggalek
  • Ilmu Administrasi Negara UGM 1992
Wakil Ketua DPR RI
Ir. Pramono  Anung Wibowo, MM
(PDIP)
TTL : Kediri, 11 Juni 1963
Agama : Islam
Keluarga :
Istri : Endang Nugrahani, S.E., AK.
Anak : 2 orang anak
Pendidikan :
  • SMA 1 Kediri
  • Teknik Pertambangan ITB 1982
  • MM UGM 1990
Pramono Anung
Wakil Ketua DPR RI
Anis Matta, Lc
(PKS)
TTL : Bone, 7 Desember 1968
Agama : Islam
Istri : Anaway Irianty Mansyur
Anak :7 orang anak
Pendidikan :
  • SLTA Darul Arqam 1986
  • LIPIA 1992
  • KSA IX Lemhanas 2001
Anis Matta
Wakil Ketua DPR RI
Dr. Marwoto Mitrohardjono, SE.,MM
(PAN)
TTL : Klaten, 23 Juni 1944
Agama : Islam
Istri : Nurul Leily Marwoto
Anak : 4 orang anak
Pendidikan :
  • S1 UGM
  • S2 UI
  • S3 UNJ
Marwoto Mitrohardjono
Tugas Pimpinan DPR
Para ketua dan wakil ketua DPR RI tersebut telah dilantik di hadapan Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa setelah secara aklamasi disetujui oleh 523 dari 560 orang anggota DPR (hm….hari pertama sudah bolos 38 orang!). Marzuki Alie secara resmi menggantikan Agung Laksono sebagai Ketua DPR RI. Bersama dengan 4 wakil ketua, pimpinan DPR bertugas untuk memimpin  sidang  DPR  dan  menyimpulkan  hasil sidang untuk diambil keputusan. Selain itu, pimpinan DPR bertugas sebagai juru bicara “Senayan”, sekaligus mewakili  DPR  dalam  berhubungan  dengan  lembaga negara lainnya seperti BPK, MA, dan lainnya. Dan pimpinan DPR memiliki kewenangan khusus untuk konsultasi  dengan  Presiden  dan pimpinan  lembaga  negara  lainnya  sesuai  dengan keputusan DPR.
Tentu selain tugas-tugas yang saya sebut diatas, masih ada lagi tugas-tugas teknis internal pimpina DPR seperti menyusun rencana kerja pimpinan atau menyampaikan laporan kinerja DPR. Besar harapan, bersama 555 anggota DPR lainnya, 5 pimpinan DPR ini mampu membawa iklim perubahan lembaga legislatif ini yang masih dikenal korup. Berdasarkan survei lembaga Transparency International Indonesia (TII), lembaga Dewan Perwakilan Rakyat masih menyandang lembaga korup berdampingan dengan lembaga Kejaksaan dan Kepolisian.

Harapan : Basmi Penyakit Busuk DPR, Korup dan Pembolos

Sejak era reformasi bergulir 10 tahun yang lalu, DPR yang sebelumnya dikenal sebagai lembaga tukang stempel pesanan Pak Harto, kini tetap meninggalkan penyakit yang baru kronik yakni korupsi. Masih segar ingatakan kita bagaimana aliran gratifikasi BI senilai Rp 31.5 miliar kepada 52 orang DPR (seperti pengakuan Hamku Yandhu dalam persidangan Tipikor). Begitu juga drama memalukan yang dilakukan oleh Sarjan Taher, Al Amin Nasution, Max Moein, dan sejumlah kawan-kawannya yang terlibat berbagai kasus dari sex/wanita hingga mafia pelolos proyek.
Dan berdasarkan aliran dana gratifikasi BI, kita akan semakin tahu bahwa sangat langka menemukan anggota DPR yang benar-benar bersih dari kasus suap atau bahasa halusnya menerima gratifikasi. Namun, ada satu fenomena yang pernah menjadi sorotan saya (lihat artikel Desember 2008.) yakni banyak anggota DPR melalaikan tugas dan tanggungjawab untuk hadir dalam rapat/sidang paripurna. Tanpa merasa bersalah, mereka telah melakukan korupsi waktu, karena hanya makan gaji buta. Setiap bulan mereka menerima rata-rata diatas Rp 40 juta rupiah (lihat : gaji anggota DPR) gaji dan fasilitas mewah yang diberikan agar mereka memperjuangkan perubahan bagi rakyat. Namun, sebagian besar mereka dengan santai datang molor atau tidak tepat waktu dalam berbagai sidang/rapat paripurna.
Bukan hanya datang tidak tepat waktu, sebagian dari mereka melakukan tindakan ‘pidana’ dengan selalu menitipkan absen. Kehadiran untuk berbagai sidang dan rapat bisa diwakili dengan tanda tangan “setan”. Mereka tidak hanya melanggar Tatib DPR, namun telah menghianati rakyat, bangsa dan negara. Dan ironisnya, tindakan tercela ini  (bolos dan/atau titip absen) tidak hanya dilakukan oleh satu, dua atau tiga orang sahaja, namun puluhan bahkan ratusan. Tidak hanya satu atau dua fraksi sahaja.Tapi, semuanya sama sahaja. Dari kader partai yang mengaku nasionalis seperti Golkar, PDIP, Demokrat hingga partai yang mengaku religius seperti PKS, PDS, PBB, PPP, PAN, dan PKB, semuanya sama saja.
Penghianatan ini telah dilakukan oleh kader partai manapun (sok nasionalis, maupun sok religius). Berikut saya ambil beberapa sampling berita :
  • 8 Januari 2007 : Karena kursi rapat kosong, sidang paripurna diskors. Dari buku kehadiran, hanya tercatat 180 orang yang hadir dari total anggota mencapai 548 orang. (Detiknews )
  • 14 Agustus 2009 : 220 anggota DPR bolos dalam sidang Paripurna. (Berita21)
  • 14 September 2009 : Rapat DPR diskors karena 67% anggota DPR bolos (Suryaonline)
  • 16 September 2009 : Cuma 60 Orang yang Hadir, Kok di Absen Ada 284 Tanda Tangan. (Detiknews)
Sidang paripurna DPR terakhir sebelum Hari Raya Idul Fitri kembali sepi pengunjung. Dari 550 orang anggota dewan hanya 60 orang yang hadir. Tapi di daftar hadir tercatat 284 orang membubuhkan tanda tangannya.
Agenda sidang yang terakhir terpaksa dibatalkan karena ketua tim pengusul pernyataan pendapat Alvin Lie tidak hadir. Alvin baru hadir setelah sidang selesai.
Pantauan detikcom, Rabu (16/9/2009), ruangan sidang paripurna DPR tampak sepi. Kursi-kursi banyak yang kosong. Tampak beberapa anggota dewan berbincang-bincang saat rapat berlangsung. Sidang yang seharusnya dimulai pukul 09.00 WIB pun terpaksa diundur menjadi 10.30 WIB.
Ada 4 agenda dalam sidang paripurna tersebut. Agenda sidang itu adalah pengesahan RUU Pajak Penambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah, dan pengesahan RUU Perlindungan Lahan Pertanian. Selain itu, sidang juga akan membahas laporan tim pengawas penyelesaian kasus BLBI dan pandangan fraksi terhadap usul penggunaan menyatakan pendapat DPR tentang presiden telah melakukan pelanggaran UU no 41/2008 tentang APBN 2009.
Berita yang paling membuat saya miris adalah berita yang terakhir ini. Sebanyak 89% anggota DPR tidak hadir rapat yang sangat penting. Mereka datang tidak tepat waktu, lalu sebagian dari mereka “meminta setan” untuk menitipkan absensi (presensi) alias tanda tangan palsu. Dari fakta ini, maka fungsi legislasi, anggaran (budgeting) dan pengawasan yang semestinya diemban oleh para wakil rakyat ini  telah mereka ingkari sendiri. Berbagai bentuk kebohongan iklan “kami berjuang untuk rakyat, kami agamais, kami membawa dakwah, kami pro-rakyat” hanyalah “seruan setan” yang penuh kebohongan.
Menurut pengamat politik dan dosen Fisipol UGM, Sigit Pamungkas, rendahnya tingkat kehadiran anggota DPR mengikuti rapat komisi atau  rapat paripurna DPR merupakan cerminan politisi busuk. “Itu penyakit politisi busuk karena tidak menjalankan fungsi dasar lembaga legislatif. Nah sekarang mau berperan dalam kebijakan DPR bagaimana orang hadir saja tidak pernah!”
Meskipun hadir rapat, tidak sedikit dari mereka yang ngantuk atau tidur sambil ngorok di ruang rapat tanpa merasa bersalah. Bermain SMS dan menerima telepon atau menelepon selama sidang telah dianggap sebagai  kewajaran. Sangatlah wajar jika Dosen Fisipol UGM, Sigit Pamungkas mengatakan mereka yang bolos adalah cerminan politisi busuk.  Dan adalah wajar jika mereka yang menitip absen disebut sebagai politisi sampah!
*****************
Tulisan ini merupakan titipan saya bagi para Ketua dan Wakil Ketua DPR untuk memimpin DPR kedepan serta berkoordinasi dengan Badan Kehormatan DPR untuk menindak para politisi busuk dan politisi sampah. Membasmi korupsi waktu merupakan langkah pertama untuk memberangus borok korupsi yang melagenda yakni korupsi uang dan kekuasaan.
Besar harapan agar aspirasi ini dapat dibaca oleh mereka yang telah terpilih menjadi anggota terhormat dengan fasilitas istimewa (seperti hak imun) untuk memberi perubahan yang dimulai dari diri sendiri, lembaga DPR sendiri, untuk suatu perubahan iklim politik, etika, sosial, ekonomi dan hukum negara ini menuju ke arah yang lebih baik. Karena saya percaya bahwa diantara 560 orang tersebut, masih ada anggota DPR terpilih yang memiliki motivasi, komitmen dan dedikasi besar untuk perubahan bangsa. Tentu, tidak semua anggota DPR memiliki penyakit kronik seperti saya sebutkan. Namun tampaknya jumlah mereka terlalu sedikit untuk menjadi lokomotif perubahan.
Meskipun saya tidak tahu apakah mereka ini termasuk golongan lokomotif perubahan positif atau stagnansi kebobrokan, namun saya berharap dan berdoa semoga pimpinan DPR ini menjadi lokomotif perubahan untuk “Senayan”, untuk negara, untuk bangsa, untuk rakyat!
Salam Perubahan,
ech-wan (2 Oktober 2009)
Referensi : silahkan download
| More

0 komentar:

:10 :11 :12 :13
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45
:46 :47 :48 :49
:50 :51 :52 :53
:54 :55 :56 :57
:58 :59 :60 :61
:62 :63
:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar