nikah sirih

Kamis, 25 Maret 2010
Perkawinan di `bawah tangan` atau siri dan kawin kontrak (mut`ah) kembali digugat. Terutama setelah muncul Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Materiil Peradilan Agama bidang Perkawinan. Nikah siri bisa dipidana. Di suatu wilayah Pasuruan, nikah siri sudah jadi hal lumrah.
Wilayah di Kabupaten Pasuruan yang disebut-sebut paling biasa dengan praktik nikah tanpa tercatat resmi atau nikah siri adalah Kecamatan Rembang. Kabarnya, ada tiga desa yang menonjol, yakni Kalisat, Pekoren dan Sumberglagah. Bahkan, ada istilah khusus untuk kawin siri di sana, yakni nikah landasan.
Nikah landasan itu artinya, seorang lelaki yang menginginkan kawin kontrak atau nikah siri harus memberikan imbalan semacam mahar berupa tanah untuk lahan pertanian kepada si perempuan yang dikawininya,” kata Ali Sodikin, Direktur Islamic Center for Democracy and Human Rights Empowerment (ICDHRE), organisasi yang bergerak di bidang pemberdayaan perempuan di Pasuruan.
Kawin landasan ini masih tetap berlaku di sana. Hanya saja, nilai `maharnya` kini semakin mengecil. Bukan tanah lagi yang diberikan oleh pihak lelaki ke pihak perempuan yang dinikahi, melainkan mesin jahit atau obras.
Di masa lalu, ketika pencatatan perkawinan belum disadari secara luas di masyarakat, termasuk di warga Rembang, nikah siri serta kawin kontrak sudah dianggap sebagai nikah resmi. Dan warga masyarakat pun mengakui pasangan yang nikah siri adalah pasangan yang sah.
Namun, seiring dengan berjalannya waktu dan pengaruh negatif gaya hidup konsumtif, nikah siri mulai dilandasi motif-motif ekonomi. Pernikahan siri digampangkan, hanya agar tidak disebut melakukan perzinahan. Sedangkan tujuan mulia pernikahan menjadi urusan kesekian.Buktinya, di Rembang, tidak sedikit wanita yang telah melakukan nikah siri minimal tiga-empat kali. Bahkan, ada yang melakukan nikah siri berkali-kali sampai 29 kali.
Sekarang kawin siri sudah jadi cara baru untuk meningkatkan derajat ekonomi. Di sini, asalkan seorang pria berdandan necis dan datang bawa mobil, tidak peduli latar belakang sukunya Jawa, Madura, Arab atau bahkan China, pasti banyak yang menginginkannya untuk dijadikan suami siri,” terang Ayu (nama samaran), seorang perempuan Rembang berusia sekitar 35 tahun.
Sepanjang yang diketahui Ayu, nikah siri sudah membudaya di tempatnya. Wanita di daerahnya, rata-rata melakukan nikah siri hingga 3 sampai 4 kali. Bahkan di antara wanita sebayanya, ada yang sudah melakukan nikah siri hingga 29 kali. Selain itu, yang melakukan nikah siri lebih banyak berstatus janda.
Para wanita itu umumnya memberlakukan aturan khas, dan itu sepertinya sudah banyak dimaklumi. Setelah nikah siri dan suaminya tak nongol lagi lebih dari seratus hari, maka dianggap sebagai bercerai.Awalnya, sang wanita melakukan perkawinan yang tercatat. Karena cerai dan beban kehidupan lebih berat, si wanita akhirnya memutuskan nikah siri berkali-kali guna menopang kebutuhan ekonomi,” tutur Ayu yang sebetulnya agak keberatan untuk diajak bicara tentang nikah siri.
Namun tidak semua warga di Kecamatan Rembang, terutama yang wanita, melakukan nikah siri. Banyak keluarga yang tetap menjalani bahtera rumah tangga sesuai aturan yang berlaku. Hanya saja, karena melekatnya `stempel` sebagai daerah yang melonggarkan nikah siri, tak jarang membuat orang luar masih terus mendatangi Rembang untuk melirak-lirik adakah perempuan yang berpeluang untuk dinikahi siri.
Seringkali, anak perempuan akil baligh dari keluarga yang menikah tercatat resmi, juga diminta untuk dinikah siri oleh pendatang. Beratnya, kalau ditolak nanti dianggap sok atau megaya. Bahkan, jika kemudian tak ada yang melamar dan jadi perawan tua, dianggap kena kutukan kesombongan. Karena itu, banyak keluarga di sini yang anak perempuannya sudah akil baligh, buru-buru mereka dipondokkan ke pesantren,” jelas Ayu.
Dalam hal nikah siri ini, tak hanya ada permintaan dan persediaan, tetapi ada pula makelar. Makelar atau perantara ini tentu juga ingin mendapatkan keuntungan. Karena itu, ia `pasang harga` berbeda-beda untuk para wanita yang dimakelarinya. Ada kriterianya.
Tarif Jasa Nikah Sirih Masih Perawan Rp 35 Juta, Janda Rp 15 Juta, Nikah siri telah memunculkan fenomena komersialisasi.Sebut saja dengan keberadaan para makelar pernikahan. Menurut seorang perempuan pelaku nikah siri di Desa Kalisat, Kecamatan Rembang, Kabupaten Pasuruan, makelar biasanya mempertemukan antara lelaki pencari pasangan dan tipe perempuan yang diinginkannya.Secara garis besar, para makelar membagi perempuan dalam dua kategori, yaitu perawan dan janda.Dari observasi Islamic Centre for Development and Human Rights Empowerment (ICDHRE), jika yang ingin dinikahi adalah perawan maka uang jasa yang diminta makelar ke lelaki kliennya sekitar Rp 35 juta. Sementara jika janda,    uang    jasanya    Rp    15juta.Namun, kategorisasi ini tidak baku. Penampilan dan wajah si perempuan juga bisa menentukan nilainya selain keperawanan.Di Rembang, perempuan disebut dewasa (akil balig) apabila sudah menginjak usia 15 tahun.
Untuk ukuran masyarakat kota, usia tersebut sebetulnya tergolong masih kanak-kanak. Namun, di Rembang, para orangtua biasanya mulai gelisah jika anak putrinya berusia 15 tahun dan belum ada yang menanyakan untuk dijadikan bakal istri. Bahkan, jika berusia di atas 20 tahun dan masih belum menikah, sudah disebut perawan kasep atau perawan tua.
Menurut seorang pelaku nikah siri di Desa Kalisat, sebut saja Yuni, uang jasa yang diterima makelar biasanya diberikan juga sebagian kepada pihak perempuan yang dinikahi. Namun, berapa persisnya pembagian itu, tidak ada rumusan yang baku.
Adanya praktik komersialisasi nikah siri ini mendorong ICDHRE melakukan advokasi kepada para orangtua dan kalangan perempuan di Rembang. Biaya makelar itu jauh lebih mahal daripada mahar untuk nikah, yang hanya sekitar Rp 1,5 juta. Ada juga tambahan sedikit untuk biaya perayaan nikah secara sederhana. "Kami bergerak untuk memberikan advokasi dan penyadaran melalui pemberdayaan ekonomi, antara lain berupa pelatihan keterampilan yang diharapkan berguna bagi bekal perempuan Rembang untuk mandiri. Kami ketahui bahwa salah satu penyebab gampangnya nikah siri di sini adalah problem ekonomi," kata Ali Sodikin, Direktur ICDHRE, yang lembaganya sudah bergerak di Rembang sejak 2003.
Tidak ada data pasti mengenai berapa jumlah wanita yang dinikahi secara siri di Rembang. Namun, munculnya kesadaran akan pentingnya pencatatan nikah dan demi menghindarkan tudingan negatif, sebagian pasangan kawin siri di sana ingin mencatatkan nikahnya secara resmi ke Kantor Urusan Agama (KUA) atau isbat. Pada tahun 2008, jumlah pasangan suami istri siri yang menghendaki isbat sebanyak 540 di Rembang. Sedangkan secara total, jumlah pasangan siri di Kabupaten Pasuruan yang menginginkan isbat sebanyak 2.244 pada tahun yang sama.
Menurut KH Machrus Ali, Pengasuh Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin, Desa Ketapan, Kecamatan Rembang, harus dibedakan dengan jelas antara kawin siri dan kawin kontrak (mut’ah). Kawin siri tak ada batas waktunya kecuali berakhir dengan perceraian, sedangkan kawin kontrak ada batasan waktu. Namun, kawin kontrak tidak populer di Indonesia.
Praktik di Rembang, menurut KH Machrus, untuk pernikahan lewat makelar tak bisa disebut sebagai nikah siri. Lebih tepat dinamakan kawin kontrak karena dalam kenyataan ada batas waktunya.Hanya saja, untuk menutupi motif komersial dan kesan negatif dalam perkawinan lewat makelar itu, sebagian warga Rembang yang kawin kontrak mengaburkannya    dengan    istilah    nikah    siri.
"Nikah lewat makelar itu jelas bukan nikah siri yang sah. Itu kawin kontrak," kata KH Machrus.KH Machrus mengibaratkan, warga yang sungguh-sungguh nikah siri (karena melalui kiai) seperti halnya orang yang membeli tanah dan masih menunggu proses sertifikasi. Hal ini karena keterbatasan dana mereka untuk mengurus administrasi pernikahan ke KUA.
Terbukti, kata dia, dengan banyaknya nikah siri melalui para kiai, kehidupan ekonomi pasangan nikah siri di Rembang justru meningkat. Sedangkan akibat kawin kontrak, para wanita dan anak-anaknya umumnya telantar."Makanya dengan tegas kami menolak pelaku nikah siri dipidanakan. Tapi, kalau nikah kontrak dilarang atau dipidanakan, kami jelas setuju. Sebab, kawin kontrak itu sejak awal sudah mempunyai niatan kurang baik, yakni pada periode tertentu nikah bisa putus," tegas KH Machrus.
Kasi Urais Kantor Kemenag Kabupaten Pasuruan, Jatim, Munif, Jumat (19/2/2010) menjelaskan, Kantor Kemenag Kabupaten Pasuruan terus melakukan sosialisasi dan pencegahan terjadinya pernikahan siri. Sosialisasi dilakukan karena di Pasuruan kini diketahui terdapat sedikitnya 2.442 pasangan suami-istri (pasutri) yang menikah siri atau nikah di bawah tangan tanpa mencatatkan diri ke KUA terdekat.
Jumlah tersebut diperoleh dari hasil pendataan lewat para modin di desa-desa dan kelurahan-kelurahan di seluruh kecamatan di Kabupaten Pasuruan. Dari 2.442 pasutri yang nikah siri itu terbanyak di wilayah Rembang dengan jumlah 530 pasutri.
Sosialisasi dan pencegahan terjadinya pernikahan siri itu menurut Munif antara lain dengan membagikan stiker yang berisi tulisan “Stop Nikah Siri karena tidak memiliki kekuatan hukum dan menyusahkan keturunan.Sosialisasi tersebut diharapkan mampu menghentikan terjadinya pernikahan siri atau nikah di bawah tangan tanpa dicatatkan ke KUA terdekat.
Adapun yang telah telanjur nikah siri dan tidak mencatatkan diri ke KUA akan diupayakan mengajukan permohonan isbat nikah. Kantor Kemenag Kabupaten Pasuruan dengan melakukan koordinasi dengan Kantor Pengadilan Agama Pasuruan dan Kantor Pengadilan Agama Bangil mengajukan permohonan isbat nikah tersebut ke Mahkamah Agung untuk mendapatkan rekomendasi.
Setelah mendapatkan rekomendasi dari MA, sidang isbat nikah nantinya akan dilaksanakan di dekat tempat tinggal para pemohon. Adapun biaya sidang isbat nikah akan diusahakan menggunakan dana APBD Kabupaten Pasuruan.Munif menolak anggapan bahwa banyaknya jumlah pasutri nikah siri di Pasuruan akibat mahalnya biaya pencatatan nikah. “Tudingan itu tidak benar,” ucap Munif.
Bahkan menurutnya, alasan tersebut mengada-ada dan hanya dijadikan kedok pembenaran diri dalam melakukan nikah siri. Ia memberikan rincian, biaya pencatatan nikah di KUA yang disetor ke kas negara hanya Rp 30.000. Biaya tersebut sudah termasuk biaya untuk mendapatkan akta nikah.
Bahkan, biaya tersebut masih bisa gratis jika pasutri tersebut tergolong tidak mampu dengan dinyatakan oleh kepala desa dan diketahui camat setempat.Munif yakin bahwa biaya nikah siri jauh lebih mahal jika dibandingkan biaya pencatatan nikah ke KUA. Sementara itu, informasi menunjukkan bahwa pasutri yang menikah siri dan tidak mencatatkan diri ke Kantor KUA tidak semuanya miskin. Bahkan, kondisi ekonominya jauh lebih mapan
| More

0 komentar:

:10 :11 :12 :13
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45
:46 :47 :48 :49
:50 :51 :52 :53
:54 :55 :56 :57
:58 :59 :60 :61
:62 :63
:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar