Ponari dan Batu Ajaibnya
Ribuan orang antri berobat pada dukun Ponari. Dampak mahalnya biaya kesehatan?
| ||
Tapi, pada awal 2009 lalu, Ponari mencuat sebagai tokoh penting. Ribuan orang datang ke rumahnya. Mereka rela antri panjang untuk bertemu sang bocah. Desa Balongsari itu pun mendadak kesohor.
Ribuan orang itu datang mencari satu hal: kesembuhan.
Dipercaya memiliki kekuatan batu petir, Ponari ditabalkan jadi dukun yang bisa mengobati aneka penyakit. Di tengah mahalnya ongkos kesehatan bagi orang kecil, Ponari adalah dewa penyelamat. Para pengunjung desa itu percaya, Ponari adalah solusi.
Peristiwa itu terjadi seperti dongeng. Ceritanya, pada Januari 2009, hujan turun deras di desa miskin itu. Ponari keluar rumah. Dia bermain hujan-hujanan. Tiba-tiba, terdengar petir menyambar. Ponari kaget. Kepalanya sontak nyeri seperti terkena lontaran batu. Dia melirik ke bawah. Ada benda aneh: batu sekepalan tangan, di dekat kakinya. Warnanya coklat.
Dia memungut batu itu dengan perasaan heran. Di rumah, batu pipih itu lalu ditunjukkan kepada orang tuanya. Neneknya, Mbok Legi, malah tak suka. Mbok Legi membuang batu itu ke kebun bambu, di belakang rumah. Jaraknya sekitar seratus meter. “Namun, ajaib, batu itu kembali ke meja,” kata tetangganya, Sri Supeni, 57 tahun.
Berkali-kali Mbok Legi membuang batu itu. Tapi, benda itu konon selalu kembali. Akhirnya, Ponari memutuskan menyimpan batu itu. Pikirnya, siapa tahu, ada tuahnya suatu hari.
Dan tuah itu datang dengan sepetik ide berikut: ketika ada tetangganya yang sakit, Ponari mencelupkan batu itu ke segelas air. Si tetangga diberi minum seteguk, demi seteguk. Alkisah, setelah meminum air tadi, tetangga itu sembuh seketika.
Dongeng keajaiban pun beredar cepat: Ponari punya batu sakti penyembuh penyakit. Awalnya, berita itu menyebar ke antar tentangga. Lalu, kabar itu menembus desa sebelah. Pengunjung mulai deras. Rumah mereka yang kecil mendadak sempit. Ditemani Kasimin (38) ayahnya, dan Mukaromah (28) ibunya, Ponari pun resmi buka praktek di gubuk sempit itu.
Hari berikutnya, jumlah pengunjung kian menggila. Gubuk Ponari sudah tak muat lagi. Paeno, paman Ponari, bertindak sigap, menyewa rumah beton tetangganya untuk klinik pengobatan alias perdukunan. Di halaman muka, tenda pun didirikan lengkap dengan jalur antrean pasien. Paman Paeno rajin mempromosikan kesaktian sang keponakan yang mampu mengobati segala tipe penyakit.
Promosi di luar nalar itu segera meluas ke luar Jombang. "Semula, pasiennya cuma tetangga di desa ini," kata Kepala Desa Balong Sari, Nila Retno Cahyani. "Hanya dalam tempo lima hari, mulai berdatang pasien dari luar desa, bahkan dari luar Jawa."
Media massa mengendus. Ponari pun muncul menjadi berita nasional di tengah-tengah keramaian kampanye calon-calon legislator yang bertarung dalam Pemilu. Wajah Ponari “sang dukun cilik” pun menghiasi layar televisi dan halaman koran.
Pada Februari 2009, jumlah antrean dalam sehari disebut-sebut mencapai sepuluh ribuan orang. Dan rebutan menjadi pasien ini menjadi berita sendiri. Pada 9 Februari, seorang pasien dan pedagang asongan tewas terinjak-injak ribuan pengunjung. Sepekan sebelumnya, dua pasien lain juga meninggal, diduga karena penyebab serupa.
Tentu, karena sudah jatuh korban, polisi lalu menutup praktek perdukunan itu. Seregu polisi berjaga ketat di pintu masuk dusun. Setiap orang yang melintas diperiksa. Tak boleh ada yang masuk kecuali penduduk setempat. Wartawan VIVAnews pun sempat tertahan dan baru diizinkan masuk setelah menunjukkan kartu pers. “Kita tak ingin jatuh korban lagi,” ujar Kepala Kepolisian Resor Jombang, Ajun Komisaris Besar M. Kosim.
Namun pengunjung terus menerobos masuk. Tak bisa lewat jalan raya, mereka menyusup melalui sawah. Yang tak kebagian waktu untuk berobat, rela menunggu sang dukun mandi, menampung air mandi sang dukun cilik itu, lalu meminumnya. Entah kabar dari mana, bekas air mandi Ponari juga punya berkah sendiri.
Bahkan, kisah sihir Ponari seperti kian menjadi. Sehari setelah penutupan, beredar cerita bahwa yang berkhasiat bukan hanya air yang dicelup batu ajaib Ponari. Air sumur di depan rumahnya pun mujarab. Maka berbondong-bondong lah pengunjung mengerubuti sumur itu. Mereka baru berhenti setelah pompa rusak diterjang massa.
Sebagian berebut meminum air hujan yang tumpah dari atas tenda “klinik”. Lebih edan lagi, yang belum kebagian menyerbu air comberan di sekeliling rumah. Ada yang memasukkannya ke dalam botol dan kantung plastik, tapi sebagian yang lain langsung menenggak di tempat air berwarna kecoklatan itu.
Ponari berkembang menjadi bisnis besar bagi desa. Meski Ponari dibayar seikhlasnya, namun banyaknya orang yang datang ke desa miskin itu membuka kesempatan kerja baru. Tukang parkir jumlahnya ratusan. Ojek mendadak ramai. Sewa rumah penginapan laris, dan juga warung makan. Bahkan penjual buku "Ponari Sang Dukun Cilik” turut mendapat berkah.
Lama tak dipedulikan dinas pekerjaan umum setempat, jalan di kampung itu kini dibangun warga sendiri dengan bergotong-royong. “Kami mendapat rezeki dari dia, wajar kalau kami menyisihkan sebagian untuk hal-hal seperti itu," kata Suwanto, seorang warga. Sosiolog dari Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tomagola, berkomentar setengah menyindir, "Pemerintah seharusnya berterimakasih kepada Ponari."
Ponari menjadi juru selamat buat desanya. Berpenduduk 1.200 orang, Balongsari adalah potret kemiskinan paling telanjang di Jawa. Rata-rata warga adalah petani musiman. Tingkat penggangguran mencapai 70 persen.
Sang kepala desa, Nila Retno Cahyani, sampai mengaku tak tahan melihat kemelaratan warganya. Kondisi puskesmas di ujung kampung jauh dari layak. Bila ada warganya dirujuk untuk berobat ke Rumah Sakit Jombang atau RSUD Dr. Sutomo Surabaya, Nila sudah pasti harus menerbitkan surat keterangan miskin.
Sementara kebenaran Ponari bisa mengobati juga sebuah misteri. Ada yang mengaku sembuh setelah meminum air yang dicelup batu itu. Tapi tak sedikit yang justru semakin sakit parah dan lalu meninggal dunia.
Si empu batu sendiri, Ponari, juga tak sesakti yang dikira. Tatkala ribuan orang antre di tempat praktiknya, fisik Ponari yang masih berumur sembilan tahun itu pun ambruk. Selasa, 10 Februari 2009, dia terserang demam, dan lalu dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkari. Kata sang dokter: Ponari butuh istirahat.
0 komentar:
:14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21
:22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29
:30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37
:38 :39 :40 :41
:42 :43 :44 :45
:46 :47 :48 :49
:50 :51 :52 :53
:54 :55 :56 :57
:58 :59 :60 :61
:62 :63
Posting Komentar